14 September 2009

39 Lembaga Pemantau dan 14 Kedubes Diundang untuk Menyaksikan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara

Jakarta, kpu.go.id-Sekurangnya 29 lembaga pemantau dalam negeri dan 10 lembaga pemantau luar negeri diharapkan kehadirannya untuk menyaksikan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu presiden putaran I. Setiap lembaga pemantau tersebut diwakili masing-masing satu orang. Selain itu juga diundang 14 perwakilan Kedubes negara sahabat, yaitu dari Thailand, Rusia, Belanda, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Bosnia Herzegovina, Selandia Baru, Inggris, Kanada, Jepang, Australia, Bulgaria, Uni Eropa, dan Jerman. align=justify>Ke-39 lembaga pemantau yang diundang KPU itu adalah Forum Rektor Indonesia, Pusat Pendidikan Dan Pelayanan Masyarakat Universitas Indonesia (P3M UI), The Habibie Center, Persatuan Wartawan Independen Indonesia - Setia Pers (PWII-SP), Indonesian Volunteers Organization “Ning Mulia Sejahtera”, Masyarakat Dan Persatuan Wartawan Indonesia Pemantau Pemilihan Umum (Mapilu Pwi), Komite Pemantau Pemilu (Garsantara), Lembaga Kajian Dan Informasi Pemilu (LKIP), Transparancy International Indonesia (TII), Pemantau Independen Pemilu Indonesia (PIPI), Komite Pemantau Pemilu Rakyat Miskin ( KPP- Grakin ), dan Masyarakat Peduli Pemilu (Mapelu).

Selain itu juga Jamus Negeri, Forum Peduli Indonesia (Fopin), Forum Komunikasi Penerus Bangsa Pejuang Kemerdekaan Indonesia (FKPPK), Lembaga Independen Pemantau Pemilu Indonesia (LIPPI), LSM Patriot Indonesia, Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), KPP Kahmi, Konsorsium 9 LSM, Komisi Advokasi Pemilihan Umum - Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (KAPU- IPHI), ICW, LSM-Prospek (Pro Sosial Pengkajian Ekonomi Kerakyatan), Lembaga Penelitian Pendidikan Dan Penerangan Ekonomi Dan Sosial (LP3ES), Bina Swadaya (Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat), LSM LPAB – Yapernus, Pemantau Buruh Independen Pemilu (PBIP), Kemitraan Masyarakat Indonesia (KMI), Jaringan Masyarakat Pemantau Pemilu Indonesia (JAMPPI), UNDP, IFES, European Union Electoral Observation Mission (EU-EOM), Australian Electoral Commission (AEC), National Democratic Institute For International Affair (NDI), Asian Network For Free Election (Anfrel), The Asia Foundation, The International Republican Institute, The Carter Centre, dan Taiwan Association for Human Rights. Selain lembaga pemantau dan Panwaslu juga diundang Panwaslu dan para saksi. Kehadiran para pemantau maupun masyarakat memang dimungkinkan oleh undang-undang. UU No. 23/2003 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Pasal 63 menegaskan bahwa pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu presiden dan wakil presiden dilakukan berdasarkan sertifikat hasil penghitungan suara dari KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota dengan dihadiri oleh saksi para calon, lembaga pemantau, Panwaslu, dan masyarakat luas. Disediakan Waktu 3 Hari.

Berbeda dengan informasi yang disebutkan sebelumnya, rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004 putaran pertama akan berlangsung tiga hari berturut-turut, yaitu 24, 25, dan 26 Juli. Diundang pula Menteri Dalam Negeri, Pimpinan Komisi II DPR-RI, Panwas Pemilu, pemantau Pemilu (dalam dan luar negeri), kedutaan besar negara sahabat serta pers.

Rapat rekapitulasi akan berlangsung di Hotel Hilton, Jakarta, yang dimulai Sabtu (24/7), pukul 10 pagi WIB. Dalam surat yang ditandatangani Wakil Ketua KPU Prof. Ramlan Surbakti tertanggal 22 Juli, disebutkan tiga lokasi berbeda di kawasan Hotel Hilton akan digunakan untuk rangkaian rekap hasil penghitungan suara.

Jakarta Convention Center (JCC) akan dipakai untuk rekap di hari pertama, Sabtu. Sedangkan jadwal di hari kedua, Minggu (25/7), mulai pukul 19.00, akan dilangsungkan di Ballroom Hotel Hilton. Hari terakhir rekap, Senin, mulai pukul 10.00, akan diadakan di Libra Room, masih di Hotel Hilton, Jakarta.

Ketua KPU Prof. Nazaruddin Sjamsuddin dan Wakil Ketua Prof. Ramlan Surbakti akan memimpin rapat rekapitulasi yang juga akan dihadiri seluruh anggota KPU, Sekjen dan Wasekjen KPU, Kepala dan Wakil Kepala Biro KPU serta penasihat hukum KPU.

12 September 2009

Rekapitulasi Tetap Sah Walaupun Capres Lain Tidak Setuju

JAKARTA (Suara Karya): Proses rekapitulasi penghitungan suara nasional Pemilihan Presiden 2009 yang tengah dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai sah meski pasangan calon presiden dan calon wakil presiden menolak menandatangani berita acara hasil pemilu.

Hal ini dikatakan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mulyana W Kusuma dan Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Muchtar Sindang kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (23/7).

Menurut Mulyana, penandatanganan BAP tidak harus dilakukan oleh calon presiden atau pun calon wakil presiden. “Jika ada capres dan cawapres yang menolak menandatangani berita acara pemilu, ini dinilai tidak akan memengaruhi keabsahan Pilpres 2009. Sebab, kalau tidak puas terhadap hasil penghitungan dan merasa terjadi kecurangan, pasangan capres dan cawapres beserta tim suksesnya bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Jika menurut UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden, hasil akhir pilpres dapat diputuskan MK pada 10 Agustus mendatang.

“Tidak ada jalur lain yang bisa dilakukan oleh pasangan capres-cawapres yang merasa telah dirugikan dalam penghitungan hasil pemilu presiden kecuali melalui MK,” katanya.

Sementara itu, Muchtar Sindang menilai, pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden telah dikotori kecurangan-kecurangan sehingga pemilu tidak jujur dan tidak adil.

Meski begitu, untuk mengajukan keberatan dan gugatan, kata dia, sebaiknya capres-cawapres bersama tim suksesnya tetap menggunakan jalur hukum seperti yang telah diamanatkan undang-undang.

“Jika ada dugaan pelanggaran terhadap aturan main dalam dua pemilu itu, harus tetap disikapi dengan berpijak pada aturan perundang-undangan dan sistem ketatanegaraan Indonesia,” katanya.

Sedangkan KPU sendiri, menurut Muchtar, harus menjaga independensi sebagai penyelenggara pemilu. Sebab, netralitas KPU dalam menjalankan tugasnya akan sangat berpengaruh terhadap pembangunan dan masa depan Indonesia untuk lima tahun ke depan. “Yang terpenting, KPU harus menjaga asas independensi dan netralitas dalam menjalankan peran sebagai penyelenggara pemilu,” katanya.

Sementara itu, proses rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 yang berlangsung hari kedua, Kamis (23/7) diwarnai aksi walk out (keluar) dari saksi pasangan capres dan cawapres Jusuf Kalla-Wiranto (JK-Wiranto). Sementara saksi dari pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto (Mega-Pro) tidak hadir sejak awal hingga selesai acara rekapitulasi.

Aksi walk out dan ketidakhadiran itu dalam acara rekapitulasi itu, sesuai dengan pernyataan yang disampaikan saksi JK-Wiranto dan Mega-Pro terkait dengan persoalan daftar pemilih tetap (DPT) yang dianggap amburadul dan tidak terdapat kepastian.

“Sekian lama kita sudah minta penetapan DPT itu, ternyata yang diberikan hanya daftar rekapitulasi. Untuk mengontrol perolehan suara dan jumlah pemilihnya itu dibutuhkan DPT yang asli. Jadi kalau data yang diberikan tidak sesuai bagaimana kita bisa mengetahui suara dari pilpres,” ujar saksi JK-Wiranto, Chairuman Harahap.

Menurut dia, salah alat ukur dalam melakukan penghitungan suara, yakni DPT tidak dapat digunakan karena tidak sinkronnya data yang diberikan KPU dengan data yang dimiliki saksi.

Chairuman menyebutkan, terdapat selisih jumlah DPT yang dimiliki saksi dengan KPU sehingga terdapat perbedaan pada seluruh daerah, khususnya untuk wilayah Jawa Tengah yang mencapai 6 juta.

Terkait dengan persoalan tersebut, Chairuman menyampaikan, pihaknya akan menempuh jalur hukum. Namun, dia melanjutkan, hal itu akan disampaikan dan dibahas terlebih dahulu dengan pihak-pihak terkait, termasuk pasangan capres dan cawapres JK-Wiranto.

Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengatakan, pihaknya tetap menghargai sikap dari pihak saksi pasangan capres dan cawapres yang menyatakan keberatan terhadap hasil rekapitulasi perolehan suara tersebut.

Abdul Hafiz menjelaskan, walaupun hasil rekapitulasi perolehan suara pilpres tidak mendapat persetujuan dan tanda tangan dari para saksi, maka akan tetap dianggap sah.

Berdasarkan hasil rekapitulasi yang dilakukan KPU terhadap 33 provinsi termasuk daerah pemilihan luar negeri tercatat, pasangan capres dan cawapres nomor urut 2 SBY-Boediono menempati posisi pertama perolehan suara dengan meraih 73.874.562 suara (60,39 persen), kemudian di susul pasangan Mega-Pro mendapat 32.548.105 suara (26,79 persen), dan posisi selanjutnya ditempati pasangan JK-Wiranto sebanyak 15.081.814 suara (12,41 persen).

Sementara itu, jumlah pemilih yang tidak menggunakan haknya saat pemungutan suara mencapai 49.212.158 pemilih atau sekitar 27,77 persen dari total DPT sebanyak 177.195.786 pemilih. Tercatat, suara yang sah dalam Pilpres 2009 sebanyak 121.504.481 suara dan tidak sah sebanyak 6.479.174 suara.

free7