01 Oktober 1998

PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999

Berdasarkan hasil diskusi dan pembahasan dalam konferensi nasional pemantauan pemilu yang diselenggrakan oleh KIPP, LP3ES, NDI, INFID, Yayasan Demokrasi, ISAI, AJI, dan YLBHI pada tanggal 29 -30 September 1998, telah dirumuskan pandangan-pandangan dan sikap dasar tentang penyelenggaraan pemilihan umum tahun 1999, serta arti penting partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemantauan pemilihan umum sebagai berikut :

Pertama, Pemilihan umum adalah suatu komponen sine qua non sebuah institusi dalam suatu kehidupan bernegara yang demokratis. Dalam hubungan itu pemilu memiliki fungsi tidak hanya sebagai metode seleksi wakil-wakil rakyat yang akan duduk di dalam DPR/MPR, akan tetapi juga fungsi yang lebih luas untuk membangun sistem politik dan sistem pemerintahan yang sesuai dengan nilai-nilai dasar kedaulatan rakyat. Kedua, Pemilu 1999 yang akan datang yakni Pemilu dengan sistem multi partai ke dua setelah pemilu 1955 dan pemilu ke delapan dalam sejarah RI harus diselenggarakan dengan pra kondisi - pra kondisi politik sebagai berikut :

a) Pemilihan umum dilaksanakan dalam kondisi terjamin hak-hak- dasar warga negara dalam berserikat dan berkumpul secara damai serta kemerdekaan mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tertulis. Dengan begitu tidak diperlukan pembatasan dalam bentuk apapun terhadap partai politik yang siap dan bersedia menjadi peserta pemilu, dan setiap aturan, kebijaksanaan atau tindakan yang mengurangi makna partisipasi politik rakyat dalam pemilihan umum harus dicegah.

b) Untuk membangun DPR/MPR yang representatif dan mencerminkan aspirasi politik demokras, maka semua anggota DPR/MPR harus dipilih melalui Pemilu. Tidak ada seorangpun, atau tidak ada satupun kelompok, golongan atau organisasi politik yang seakan-akan mempunyai hak istimewa secara historis untuk diangkat dalam lembaga-lembaga perwakilan rakyat di semua tingkatan;

c) Lembaga penyelenggara pemilu harus dibentuk secara demokratis, demikian pula komposisi dan personalianya bersifat otonom dan independen serta aksesibel terhadap kontrol masyarakat. Lembaga Pengawas Pemilu resmi perlu dijamin netralitas dan integritasnya dalam melakukan pengawasan atas seluruh tahap dan proses pemilihan umum.

d) Masyarakat harus dijamin kebebasannya dalam menentukan pilihan politik, dan memiliki akses penuh atas informasi dan kontrol atas proses dan tahap pemilu.

e) Secara khusus perlu diawasi mengenai potensi tumbuhnya praktek "money politics" yang kotor dalam arti luas, yang dapat dipakai sebagai cara kembalinya ke panggung politik kekuatan-kekuatan lama orde baru serta penggunaan secara tidak sah sumber-sumber keuangan dan fasilitas negara. Kemungkinan adanya "money politics" harus dicegah melalui perundangan-undangan tentang partai politik dan pemilu, dan harus menjadi sasaran perhatian dari lembaga pengawasan pemilihan umum, baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun yang didirikan secara swa daya oleh masyakat.

f) Keberadaan, fungsi, dan peranan lembaga pemantau dan pengawasan pemilu non pemerintah, yang dibentuk oleh masyarakat sebagai wujud partisipasi dalam memperjuangkan pemilu luber dan jurdil harus memperoleh jaminan legal dan mendapat kebebasan untuk menjalankan misinya.

Ketiga, organisasi-organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat serta organisasi dan individu yang merepresentasikan beragam kelompok, golongan dan kepentingan dalam masyarakat diharapkan dapat mendukung penguatan lembaga pemantau pemilu independen berskala nasional. Dalam hubungan ini, disepakati untuk memperkokoh peran, institusi, organisasi KOMITE INDEPENDEN PEMANTAU PEMILU (KIPP).

Dalam membangun KIPP Indonesia yang lebih "nation wide" dan diharapkan dapat meliputi seluruh daerah pemilihan di Indonesia, direkomendasikan agar KIPP Indonesia dalam waktu dekat segera melakukan perbaikan-perbaikan dalam kinerja organisasi, kualitas profesional SDM, serta teknologi pemantauan pemilu. KIPP Indonesia juga direkomendasikan untuk mulai menjalankan peran politik sebagai lembaga pemantau dan pengawasan pemilu independen mulai sekarang, mengingat pembahsan perundang-undangan pemilu sudah dimulai. Dengan begitu kegiatan advokasi untuk mendesakkan adanya perundang-undangan politik yang demokratis serta kegiatan politik masyarakat segera dijalankan oleh KIPP Indonesia.

KIPP Indonesia membuka diri terhadap segala bentuk partisipasi dan dukungan serta usulan dan kesediaan berperan dalam semua tingkat organisasi KIPP di tingkat nasional maupun regional dan lokal



Mulyana W. Kusumah
Sekretaris Jendral KIPP Indonesia

Comments :

ada 0 komentar ke “PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 1999”
free7