21 April 1999

Sekilas KIPP

MUNGKINKAH pelaksanaan Pemilu 7 Juni mendatang berlangsung jujur dan adil? Pertanyaan ini yang sering muncul hampir di setiap warga masyarakat saat-saat sekarang ini yang tengah didorong untuk mendaftar sebagai pemilih.

Warga masyarakat banyak yang trauma dengan pelaksanaan enam kali pemilu lalu, ketika kecurangan dan manipulasi suara untuk memenangkan salah satu partai politik yang berkuasa terlihat dengan mata telanjang. Kendati pada Pemilu 1997 lalu telah berdiri satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memantau pemilu yang bernama Komite ndependen Pemantau Pemilu (KIPP), namun belum memperlihatkan hasil dalam tugasnya.

Sekjen KIPP Mulyana W Kusumah mengatakan, pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi tidak pernah dijalankan secara demokratis.

Pemilu berfungsi tidak lebih sebagai mesin legitimasi kekuatan politik Orde Baru.

Berangkat dari situasi itu, kata Mulyana, beberapa tokoh yang datang dari berbagai organisasi, baik LSM, jurnalis, organisasi massa, pemuda, mahasiswa, praktisi, organisasi keagamaan, kaum buruh pada 5 Maret 1996 mendirikan KIPP sebagai upaya memantau Pemilu 1997 yang jujur dan adil.

Mulyana juga menyatakan masih ada dua alasan lagi mengapa KIPP didirikan. Pertama, KIPP melihat dengan mata telanjang ABRI dan birokrasi sipil yang seharusnya netral ternyata telah menjadi alat reproduksi kemenangan orsospol tertentu dalam enam kali pemilu di era Orde Baru.

Kedua, pemerintah sebagai pelaksana pemilu banyak melakukan pelanggaran melalui birokrasi dan aparat negara lainnya. Sehingga rakyat tidak pernah bebas dan merdeka untuk menentukan pilihan suaranya. Terutama di daerah pedesaan selama proses pemilu berlangsung.

Untuk mengeliminasi agar tidak terulang kasus seperti itu, KIPP kemudian melakukan pemantauan Pemilu 1997. Dengan kekuatan 12.000 relawan KIPP memantau di 47 kota di 16 provinsi. Sedangkan dua cabang KIPP di luar negeri yakni Berlin dan Kuala Lumpur mendukung proses kampanye di luar negeri.

Namun apa yang terjadi ketika KIPP melakukan pemantauan? Bukan sikap manis yang ditunjukkan pemerintah melainkan sebaliknya. Dengan segala upaya pemerintah melakukan berbagai intimidasi, seperti pembakaran kantor KIPP di Medan dan penangkapan relawan KIPP di berbagai daerah.

Tapi intimidasi ini tidak menyurutkan KIPP, melainkan dijadikan bahan refleksi organisasi untuk melakukan pemantauan pemilu lebih baik.

Pada awal berdirinya, KIPP terdiri dari 13 anggota presidium yang dipimpin Goenawan Mohammad dan Mulyana W Kusuma sebagai sekretaris jenderal. Di samping Dewan Presidium, KIPP juga didukung Badan Pertimbangan Nasional yang diketuai Nurcholish Madjid dengan anggota antara lain Adnan Buyung Nasution, Ali Sadikin, Arbi Sanit, dan
Zumrotin.
Namun dalam perkembangannya Goenawan mengundurkan diri karena keterlibatan di dalam partai baik secara formal maupun informal. Juga Nurcholish dan beberapa lainnya.

Desak pemilu jurdil

Selain memperbaiki secara organisatoris, KIPP juga mempertegas misinya. Pada prinsipnya misi yang diemban KIPP adalah mendesakkan pemilu yang jujur dan adil melalui upaya pemantauan publik.

Kedua, meningkatkan dan melatih kesadaran dan partisipasi politik rakyat melalui latihan konkret pemantauan pemilu.

Untuk mewujudkan misi menjadi kenyataan, KIPP membuat serangkaian program yang telah dijalankan.

Pertama, penguatan institusi jaringan.

Kedua, menyiapkan modul pelatihan dan panduan pemantauan untuk masyarakat (kode etik pemantauan).

Ketiga, menyelenggarakan pelatihan untuk pelatih di tingkat nasional, provinsi, dan distrik.

Keempat, menyelanggarakan pendidikan untuk pemilih pemilu atau pendidikan civic
education (kewarganegaraan).

Kelima, menyiapkan mekanisme dan jaringan pemantauan pemilu di seluruh provinsi.

Keenam, melakukan pemantuan pemilu yang meliputi proses pendaftaran pemilih, masa kampanye (pemantauan media massa), hari pencoblosan nasional, proses Perhitungan suara. Ketujuh, penyelesaian laporan pemantauan pemilu.

Dalam pemilu mendatang, KIPP telah memiliki lima kali lipat tenaga relawan yang siap memantau yakni 60.000 relawan. Mereka rencananya akan memantau di 100 kota untuk 16 provinsi. Rencana ini diputuskan berdasarkan analisis KIPP, di kota dan provinsi itulah pelanggaran sangat dimungkinkan terjadi.

Jika kiprah KIPP di masa lalu terasa kurang bergema, kini kehadiran KIPP serta sejumlah lembaga pemantau pemilu lainnya pasti membawa manfaat yang cukup besar.

Paling tidak, melalui lembaga-lembaga pengawas dan pemantau pemilu itulah, ada kepercayaan bahwa pemilu telah dilaksanakan secara jujur dan adil.

Memang pemerintah membentuk panitia pengawas pemilu, namun UU No 2 Tahun 1999 tentang Pemilu juga menjamin adanya pengawas swasta yang berasal dari masyarakat. Karena itu, kehadiran para pemantau pemilu tidak akan lagi dikejar-kejar atau diteror, karena semuanya telah dijamin oleh UU. Terpenting adalah mereka yang berpendidikan mampu meyakinkan masyarakat soal itu, bukan sebaliknya mengipas masyarakat untuk menolak kehadiran pemantau pemilu. (Wdh/N-1)

Comments :

ada 0 komentar ke “Sekilas KIPP”
free7