19 April 2004

KIPP Identifikasi 11 Propinsi Sarat Pelanggaran Pemilu


[7/1/04]

Walau belum resmi terakreditasi sebagai pemantau Pemilu 2004, Komite Independen Pemantau Pemilu telah melakukan pemantauan awal terhadap pelaksanaan tahapan Pemilu di seluruh Indonesia. Hasilnya, 11 propinsi dinyatakan sarat pelanggaran kampanye.

Hasil pemantauan tersebut dituangkan dalam tabel Pemetaan Wilayah Pemantauan Pemilu 2004 Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, sebagaimana diumumkan Direktur Eksekutif KIPP, Ray Rangkuti, di Jakarta (6/1). "Dari hasil pemantauan KIPP, didapat 11 daerah yang di dalamnya banyak terjadi pelanggaran," ujar Ray, yang didampingi para pengurus KIPP dari 30 propinsi se-Indonesia.

Ray mengatakan, pemantauan dilakukan KIPP sejak awal tahapan pelaksanaan Pemilu, yaitu sejak tahapan pendaftaran pemilih. Namun demikian, seperti diutarakan oleh beberapa pengurus KIPP lainnya, pemantauan di beberapa daerah sudah dilakukan sejak pertengahan 2002 lalu.

Ke-11 propinsi yang masuk daftar KIPP tersebut adalah, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Bali, Bangka Belitung, Jawa Timur, Irian Jaya Barat, Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian Maluku Utara, Banten, DKI dan terakhir, Kalimantan. Menurut Ray, urutan dalam daftar itu tidak menunjukkan besar atau kecilnya jumlah pelanggaran pada daerah-daerah tersebut.

Didominasi parpol besar

Dalam tabel terlihat bahwa parpol yang paling banyak melakukan pelanggaran adalah PDI-P dan Partai Golkar. Kedua partai besar tersebut hampir berada di seluruh daerah sebagai parpol yang teridentifikasi melakukan pelanggaran. Partai lainnya yang teridentifikasi melakukan pelanggaran di satu atau dua propinsi antara lain PPP, PKB, PAN, dan PDK

Sedangkan dilihat dari jenisnya, KIPP menginventarisir sekitar 19 jenis pelanggaran yang dilakukan parpol di berbagai daerah. Misalnya politik uang, dominasi parpol dalam birokrasi, kekerasan massa, pendelegasian suara, curi start kampanye, intimidasi aparat pada masyarakat, dan lain-lain.

PDI-P misalnya, terindikasi melakukan pelanggaran di delapan propinsi. Bentuk pelanggaran yang berhasil diidentifikasi KIPP antara lain, politisasi isu pemekaran wilayah, praktek politik uang, dan kekerasan terhadap massa. Sedangkan Golkar, terindikasi melakukan pelanggaran di 10 propinsi dalam bentuk pendelegasian pencoblosan, penghitungan suara diulang, dan intervensi parpol.

Pengurus KIPP Propinsi Sulawesi Tengah, Soraya Sultan mengatakan, daerah yang rentan terjadi pelanggaran utamanya adalah daerah konflik seperti di Poso dan Aceh. "Terhadap daerah-daerah konflik, akan ada ekstra konsentrasi pemantauan oleh KIPP," jelasnya. Soraya khawatir, jika hal itu tidak dilakukan maka pelanggaran pemilu akan lebih sering terjadi.

Akreditasi

Dalam kesempatan itu Ray juga mempersoalkan masalah akreditasi KIPP sebagai pemantau pemilu. Sesuai surat keputusan yang disusun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), maka lembaga pemantau harus mendaftarkan diri terlebih dahulu atau terakreditasi di KPU.

Menurut Ray, sebenarnya KIPP sudah terakreditasi sejak Pemilu 1999. Kemudian sampai saat ini, ujar Ray, tidak ada satu pun keputusan baik secara lisan atau tulisan yang mencabut status akreditasi KIPP itu.

Walau demikian, menurut Ray, KIPP tetap akan mendaftarkan dirinya kembali pada KPU pada pertengahan Januari ini, sesuai jadwal yang ditentukan oleh KPU. "Saya sudah bertemu dengan anggota KPU, Ibu Valina. Menurut dia, proses akreditasi tidak sesukar yang dibayangkan," tutur Ray.

http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=9449&cl=Berita

Comments :

ada 0 komentar ke “KIPP Identifikasi 11 Propinsi Sarat Pelanggaran Pemilu”
free7