23 Maret 2009

Kampanye Pemilu 2009 Belum Direspons Masyarakat


KIP Aceh telah menetapkan jadwal kampanye yaitu 12 Juli 2008 s/d 16 Maret 2009. Ada lima bentuk kampanye, yaitu pertemuan terbatas, media massa dan media elektronik, kampanye pemasangan alat peraga, penyebaran atribut serta tatap muka yang dilaksanakan di tempat terbuka secara bersama-sama.

Namun, sejauh ini pelaksanaan kampanye ini masih "adem ayem" saja serta kurang mendapatkan respons yang semarak atau antusias dari masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam.

Menurut Mawardi Ismail, SH, MHum (Dekan Fakultas Hukum Unsyiah), mengatakan tahapan Pemilu 2009 di Aceh bisa terancam dengan belum terbentuknya Panwaslu. Sebab dengan belum adanya Panwaslu, maka dapat dipastikan akan ada tahapan Pemilu 2009 yang tidak terawasi.

Penulis sepakat dengan pengamat hukum dan politik, bahkan menambahkan kalau Panwaslu belum terbentuk, maka jika terjadi pelanggaran-pelanggaran kampanye maka tidak ada yang melaporkan dan tidak ada yang menyelesaikannya. Atau dengan kata lain dengan belum adanya Panwaslu, maka akan menguntungkan parlok atau parnas yang melakukan pelanggaran kampanye.

Seperti diketahui, Pemilu 2009 di Aceh akan diikuti oleh 34 partai politik nasional dan enam partai politik lokal, yaitu Partai Rakyat Aceh, Partai Daulat Rakyat, Partai Bersatu Atjeh, Partai Aceh Aman Seujahtera, Partai SIRA dan Partai Aceh.

Informasi di berbagai warung kopi atau di Aceh terkenal dengan istilah kedai ataupun rumor yang berkembang di masyarakat, menyebutkan bahwa Partai Aceh adalah parlok yang diperkirakan akan memperoleh suara cukup signifikan pada Pemilu 2009 mendatang mengalahkan partai politik nasional.

Persoalannya sekarang ini adalah perhatian dan atensi masyarakat Aceh terhadap proses Pemilu 2009 masih sangat minim, kurang antusias bahkan sebenarnya banyak masyarakat yang belum mengerti visi misi parlok atau parnas, belum mengetahui akan dibawa kemana Aceh ini apabila parlok atau parnas yang menang, bahkan ada kekhawatiran di masyarakat bahwa Aceh akan gawat kondisinya pada tahun 2009 di mana gejala awalnya sudah ada akhir-akhir ini dengan kasus Beutong Kabupaten Nagan Raya.

Walaupun sudah dijelaskan oleh Kepala Badan Intelijen Negara, Pangdam Iskandar Muda ataupun Kapolda NAD bahwa kasus Beutong tidak ada kaitannya dengan bangkitnya kembali separatisme ataupun ada upaya untuk menggagalkan Pemilu 2009, namun masyarakat di level grassroot tetap waswas karena diakui atau tidak ancaman masih terbuka terjadi karena senjata api ilegal masih banyak beredar.

Kelompok anti MoU Helsinki juga diperkirakan berkeliaran di mana-mana sampai kepada masih maraknya teror dan intimidasi yang dialami masyarakat ataupun pengurus partai politik nasional atau partai politik lokal. Sebagian masyarakat mengetahui pelakunya, namun tidak berani melapor karena tidak ada jaminan keselamatan terhadap dirinya.

Kurang atensinya masyarakat Aceh terhadap proses Pemilu 2009 juga semakin terasa di Kabupaten Pidie Jaya yang merupakan pemekaran dari Pidie dan Kota Subulussalam yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Singkil.

Hal ini terjadi karena di Kota Subulussalam akan diadakan Pilkada walikota/wakil walikota pada 20 Oktober 2008 mendatang. Sedangkan Pilkada bupati/wakil bupati Pidie Jaya akan dilaksanakan pada 25 Oktober 2008. Oleh karena itu, wajar masyarakat lebih memperhatikan masalah Pilkada daripada Pemilu 2009.

Kalau dikatakan bahwa masa depan Aceh akan lebih baik bila pemenang Pemilu 2009 adalah partai politik lokal, tidak 100 persen benar. Hal ini disebabkan karena banyak bakal calon legislatif yang ditawarkan oleh partai politik lokal kurang berpengalaman baik secara administrasi dan birokrasi Pemerintahan.

Selain itu, kurang mengetahui permasalahan politik praktis, kemungkinan akan kesulitan menjalan fungsi legislasi, fungsi anggaran dan melaksanakan semua hak-hak legislatif termasuk hak angket dan hak interpelasi, karena diakui atau tidak bakal caleg dari parlok kurang berpengalaman dalam masalah ini.

Tidak hanya itu saja, parlok dalam rangka "merayu" sudah pasti akan melontarkan hal yang baik-baik dan muluk-muluk, namun percayalah tidak mudah untuk merealisasikan "rayuan atau janji politik" tersebut. Bahkan kita juga masih bisa mempertanyakan apakah caleg dari parlok sudah pasti lebih setia dan lebih mendengar serta lebih serius memperjuangkan aspirasi rakyat daripada caleg dari Parnas.

Belum lagi, sekarang ini banyak parlok yang "kebanjiran" para "kutu loncat" dari partai politik nasional. Yang dinamakan "kutu loncat" jelas orang yang tidak setia atau dia adalah orang yang memiliki pemikiran atau ide tapi tidak direspons.

Walaupun "wajah politik" parnas di mata masyarakat Aceh menurun akibat kinerja legislatif dari partai politik nasional yang mengecewakan masyarakat ataupun karena hal-hal lainnya, namun kepercayaan rakyat dalam Pemilu 2009 tampaknya lebih aman diamanahkan ke partai politik nasional daripada partai politik lokal. Sebab parnas lebih berpengalaman serta parnas sudah pasti akan belajar dan introspeksi terhadap kegagalannya selama ini dalam memperjuangkan nasib rakyat.

Meskipun demikian, kalau kepercayaan tetap diberikan kepada partai politik nasional bukan kepada partai politik lokal, harus dengan catatan yaitu masyarakat harus setiap saat mendatangi kantor-kantor partai politik nasional untuk menagih realisasi janji-janji politiknya pasca Pemilu 2009.

Kalau tidak maka harus berani menuntut pembubaran parnas tersebut. Kalau sekarang ini parnas yang pernah dipilih pada Pemilu 2004 namun tidak berhasil merealisasikan amanah rakyat masih bisa eksis karena masyarakat hanya bisa mengkritik, bukan menagih dan mendatangi kantor parnas tersebut seperti mendatangi kantor parnas yang menjadi mayoritas pada Pemilu 2004 di Kota Banda Aceh, padahal air bersih sangat sulit disediakan di Banda Aceh.

Oleh karena itu, parnas masih layak dipercaya asalkan mereka tidak lagi menyia-siakan amanah rakyat. Sebab, kalau tidak rakyat berhak membubarkan mereka atau tidak menerima keberadaan mereka mulai dari tingkat mukim, gampong sampai provinsi. Bagaimana pendapat Anda?

*) Penulis adalah pemerhati masalah Aceh. Tinggal di Lampriet Banda Aceh

Comments :

ada 0 komentar ke “Kampanye Pemilu 2009 Belum Direspons Masyarakat”
free7