PERANAN pemantau Pemilu sampai saat ini masih tetap diperlukan dalam transisi demokrasi di Indonesia. Keberadaan pemantau tetap diperlukan karena masih banyak tingkat kecurangan Pemilu di Indonesia.
Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardhani, Rabu (25/6) di Jakarta, mengatakan keberadaan pemantau Pemilu meruapakan fenomena baru dalam sistem Pemilu di Indonesia. Sebelumnya di masa sebelumnya, lembaga pemantau Pemilu belum begitu dikenal dan berperan dalam Pemilu.
Sri Budi menjelaskan keberadaan lembaga pemantau Pemilu hanya fenomena bersifat sementara, namun demikian di negara-negara berkembang dan sistem demokrasinya belum mapan keberadaan pemantau Pemilu tetap penting.
Meski pemantau merupakan kelompok relawan yang tidak dibiayai oleh negara, namun untuk menjaga tingkat legitimasi pemilu, maka pemantau Pemilu harus tetap diorganisasikan. Apalagi untuk Pemilu 2009 yang terjadi perbedaan dalam tata cara Pemilu dengan mencoblos, maka pemantau masih tetap diperlukan.
Di negara-negara maju dengan demokrasi yang sudah mapan dan kecurangan Pemilu sudah tidak ditemukan serta panitia Pemilu dianggap kredibel, maka kehadiran pemantau sudah tidak diperlukan, kata Sri Budi.
Menurut Sri Budi, oleh karena Indonesia masih dalam proses transisi dalam demokrasi, maka proses Pemilu yang dilakukan secara jujur dan bersih maka Indonesia harus tetap membuka diri bagi pihak-pihak negara lain yang ingin memantau proses penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.
Siapapun boleh menjadi pemantau Pemilu termasuk dari negara-negara maju, namun mereka tetap harus minta izin dari pemerintah untuk bisa menjadi pemantau, ujarnya.
Meskipun aktivitas pemantau Pemilu bersifat sukarela, menurut Sri Budi peranan pemantau dapat mengamati dan mencatat kejadian atau berbagai peristiwa dalam kegiatan pemilihan. Hasil pencatatan dan pengamatannya dapat disampaikan kepada panitia pengawas Pemilu untuk ditindaklanjuti.
Pemantau Pemilu sendiri pertama kali diperkenalkan oleh beberapa tokoh masyarakat menjelang Pemilu 1997. Komisi bernama KIPP (Komisi Independen Pemantau Pemilu) yang diketuai oleh Mulyana W Kusuma, kriminolog dari FISIP UI, sempat menimbulkan pro dan kontra berkepanjangan.
Tapi kondisi zaman sekarang sudah berubah. Pemerintah mempersilakan masyarakat membentuk lembaga semacam KIPP, mengundang komisi serupa dari luar negeri dan berusaha menciptakan Pemilu yang transparan dan jujur adil.
Berdasarkan Keputusan KPU No 104/2003 tentang Pemantau Pemilu dan Tata Cara Pemantauan Pemilu dijelaskan, Pemantau Pemilu meliputi lembaga swadaya masyarakat dan badan hukum, baik dalam maupun luar negeri serta perwakilan pemerintah luar negeri yang secara sukarela memantau pelaksanaan Pemilu di Indonesia.
Ditegaskan di sana bahwa pemantauan adalah hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan memantau penyelenggaraan Pemilu pada setiap tahapan yang dilakukan secara objektif dan tidak memihak.
Pada Pasal 2 Keputusan KPU itu disebutkan pemantau Pemilu harus memenuhi tiga syarat yaitu bersifat independen, mempunyai sumber dana yang jelas, dan memperoleh akreditasi dari KPU.
Pada Pemilu 2004, selain sejumlah lembaga di dalam negeri, pemantauan Pemilu juga dilakukan oleh berbagai lembaga di luar negeri, seperti International Foundation for Election Systems (IFES), European Union Electoral Observation Mission, The Asia Foundation, Inter Band, Australian Electoral Commission, National Democratic Institute for International Affairs (NDI), dan The International Republican Institute.
Lembaga-lembaga asing ini diberikan hak pemantauan Pemilu, namun juga dilarang untuk melakukan kegiatan yang dilarang, misalnya melakukan provokasi yang secara langsung dapat mempengaruhi dan mencampuri hak dan kewajiban penyelenggara Pemilu serta hak dan kewajiban pemilih; melakukan pemantauan yang mengganggu jalannya pelaksanaan Pemilu.
Juga mereka tidak boleh menunjukkan sikap dan perilaku yang memihak kepada peserta Pemilu, menggunakan seragam, warna atau atribut lain yang memberi kesan mendukung atau menolak peserta Pemilu, mencampuri dengan cara apapun kegiatan pihak-pihak yang berwenang dalam Pemilu, peserta Pemilu, atau dalam perkara politik apapun dalam perkara politik apapun atau mencampuri yurisdiksi atau urusan dalam negeri Indonesia, dan lainnya. (cr-8)
SEUMBER HARIAN PELITA
Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardhani, Rabu (25/6) di Jakarta, mengatakan keberadaan pemantau Pemilu meruapakan fenomena baru dalam sistem Pemilu di Indonesia. Sebelumnya di masa sebelumnya, lembaga pemantau Pemilu belum begitu dikenal dan berperan dalam Pemilu.
Sri Budi menjelaskan keberadaan lembaga pemantau Pemilu hanya fenomena bersifat sementara, namun demikian di negara-negara berkembang dan sistem demokrasinya belum mapan keberadaan pemantau Pemilu tetap penting.
Meski pemantau merupakan kelompok relawan yang tidak dibiayai oleh negara, namun untuk menjaga tingkat legitimasi pemilu, maka pemantau Pemilu harus tetap diorganisasikan. Apalagi untuk Pemilu 2009 yang terjadi perbedaan dalam tata cara Pemilu dengan mencoblos, maka pemantau masih tetap diperlukan.
Di negara-negara maju dengan demokrasi yang sudah mapan dan kecurangan Pemilu sudah tidak ditemukan serta panitia Pemilu dianggap kredibel, maka kehadiran pemantau sudah tidak diperlukan, kata Sri Budi.
Menurut Sri Budi, oleh karena Indonesia masih dalam proses transisi dalam demokrasi, maka proses Pemilu yang dilakukan secara jujur dan bersih maka Indonesia harus tetap membuka diri bagi pihak-pihak negara lain yang ingin memantau proses penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.
Siapapun boleh menjadi pemantau Pemilu termasuk dari negara-negara maju, namun mereka tetap harus minta izin dari pemerintah untuk bisa menjadi pemantau, ujarnya.
Meskipun aktivitas pemantau Pemilu bersifat sukarela, menurut Sri Budi peranan pemantau dapat mengamati dan mencatat kejadian atau berbagai peristiwa dalam kegiatan pemilihan. Hasil pencatatan dan pengamatannya dapat disampaikan kepada panitia pengawas Pemilu untuk ditindaklanjuti.
Pemantau Pemilu sendiri pertama kali diperkenalkan oleh beberapa tokoh masyarakat menjelang Pemilu 1997. Komisi bernama KIPP (Komisi Independen Pemantau Pemilu) yang diketuai oleh Mulyana W Kusuma, kriminolog dari FISIP UI, sempat menimbulkan pro dan kontra berkepanjangan.
Tapi kondisi zaman sekarang sudah berubah. Pemerintah mempersilakan masyarakat membentuk lembaga semacam KIPP, mengundang komisi serupa dari luar negeri dan berusaha menciptakan Pemilu yang transparan dan jujur adil.
Berdasarkan Keputusan KPU No 104/2003 tentang Pemantau Pemilu dan Tata Cara Pemantauan Pemilu dijelaskan, Pemantau Pemilu meliputi lembaga swadaya masyarakat dan badan hukum, baik dalam maupun luar negeri serta perwakilan pemerintah luar negeri yang secara sukarela memantau pelaksanaan Pemilu di Indonesia.
Ditegaskan di sana bahwa pemantauan adalah hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan memantau penyelenggaraan Pemilu pada setiap tahapan yang dilakukan secara objektif dan tidak memihak.
Pada Pasal 2 Keputusan KPU itu disebutkan pemantau Pemilu harus memenuhi tiga syarat yaitu bersifat independen, mempunyai sumber dana yang jelas, dan memperoleh akreditasi dari KPU.
Pada Pemilu 2004, selain sejumlah lembaga di dalam negeri, pemantauan Pemilu juga dilakukan oleh berbagai lembaga di luar negeri, seperti International Foundation for Election Systems (IFES), European Union Electoral Observation Mission, The Asia Foundation, Inter Band, Australian Electoral Commission, National Democratic Institute for International Affairs (NDI), dan The International Republican Institute.
Lembaga-lembaga asing ini diberikan hak pemantauan Pemilu, namun juga dilarang untuk melakukan kegiatan yang dilarang, misalnya melakukan provokasi yang secara langsung dapat mempengaruhi dan mencampuri hak dan kewajiban penyelenggara Pemilu serta hak dan kewajiban pemilih; melakukan pemantauan yang mengganggu jalannya pelaksanaan Pemilu.
Juga mereka tidak boleh menunjukkan sikap dan perilaku yang memihak kepada peserta Pemilu, menggunakan seragam, warna atau atribut lain yang memberi kesan mendukung atau menolak peserta Pemilu, mencampuri dengan cara apapun kegiatan pihak-pihak yang berwenang dalam Pemilu, peserta Pemilu, atau dalam perkara politik apapun dalam perkara politik apapun atau mencampuri yurisdiksi atau urusan dalam negeri Indonesia, dan lainnya. (cr-8)
SEUMBER HARIAN PELITA
Comments :
Posting Komentar