27 Desember 2007

MA Harus Jelaskan ke Publik


Makassar
Mahkamah Agung (MA) diminta untuk menjelaskan ke publik tentang pertimbangan yang menjadi dasar keputusan (konsiderans) lahirnya putusan pilkada ulang di empat kabupaten di Sulsel. Hal ini dinilai penting agar tidak terjadi mispersepsi di masyarakat.“Tidak ada alasan bagi MA untuk tidak memberi penjelasan secara utuh mengenai putusan yang sudah diambilnya,” kata Direktur Eksekutif Seven Strategic Studies, Mulyana W Kusumah dalam konferensi persnya di Hotel Acacia, Jakarta, Rabu 26 Desember, kemarin.
Saat melakukan konferensi pers, Mulyana ditemani Koordinator Observer Pilkada, Aldrin Situmeang dan Ketua Umum Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Mochtar Sindang.


Mulyana menyebut, selama ini publik hanya mengetahui amar putusan yang sudah dibacakan ketua majelis agung, Paulus E Lotulong. Tapi, keseluruhan konsiderans yang melatarbelakangi lahirnya putusan kontroversial itu, belum diketahui publik.
“Jadi putusan MA itu harus dipublikasikan secara utuh di media massa. Langkah ini juga sering dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK), meski beratus halaman,” kata mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat ini.


Ketua Umum KIPP Indonesia, Mochtar Sindang menambahkan, pengumuman putusan MA di media massa, dinilai sangat penting, sebab perkara yang diputusan lembaga itu menyangkut isu publik yang sangat berpotensi menimbulkan konflik.


“Nah, untuk menghidari konflik di tingkat akar rumput ini, penjelasan MA menjadi sebuah keharusan,” kata Mochtar.
Mulyana menyebut, pandangan pro dan kontra atas putusan MA, hendaknya menjadi pelajaran politik bagi masyarakat Indonesia yang masih berada dalam transisi demokrasi. Untuk itu, Mulyana menyarankan, agar sengketa pilkada tidak lagi terulang di daerah lain, perlu segera didorong adanya rincian regulasi pilkada.


Mulyana berpendapat, apa yang terjadi di Sulsel, sebagai akibat terjadinya “kekosongan hukum” karena ketidaktegasan dan ketidakrincian regulasi penyelesaian sengketa pilkada. Akibatnya, sangat terbuka peluang adanya multi interpretasi, inkonsistensi dan ketidaktuntasan solusi.
Makanya, kata Mulyana, sejak mencuatnya kasus ini, dirinya mendorong untuk segera dilakukan eksaminasi publik atas putusan MA itu. “Ini menjadi jalan tengah atas penyelesaian kasus sengketa pilkada Sulsel,” kata Mulyana.


Ditanya soal langkah KPU Sulsel yang tetap meneruskan hasil pleno penetapan pasangan terpilih ke DPRD Sulsel, Mulyana menyebut, KPU memiliki dasar hukum. Pada pasal 103 menyebutkan, DPRD mengusulkan kepada presiden melalui Mendagri atas dasar penetapan hasil perhitungan suara oleh KPUD.
“Hanya saja dalam PP yang lain juga disebutkan, bahwa yang harus menjadi dasar, bisa hasil KPUD, bisa juga putusan MA. Di sinilah bisa terjadi lagi multi tafsir,” katanya.
Soal desakan kubu Asmara yang meminta KPU Pusat mengambilalih pelaksanaan pilkada ulang di empat kabupaten di Sulsel, dinilai Mulyana sebagai hal yang mustahil. Ia lalu menguraikan, dalam pasal 122 UU Penyelenggara Pemilu, KPU Pusat hanya bisa mengambilalih pelaksanaan pilkada jika KPUD sebagai lembaga penyelenggara pemilu, tidak bisa menjalankan tahapan-tahapan pilkada.


“Di Sulsel, Mappinawang dkk kan masih jalan dan tidak ada masalah. Jadi tidak bisa diambilalih. KPU Pusat hanya bisa memberikan pedoman, entah bentuknya surat edaran atau apa. Hanya itu yang bisa dilakukan,” kuncinya.
Terpisah, anggota Komisi III DPR, Prof Gayus T Lumbuun menyatakan, MA tidak bisa diintervensi oleh siapa dan lembaga manapun. “MA telah diatur hak dan kewenangannya. Kalau memang putusan MA dianggap merugikan, ya lakukan upaya PK,” katanya.
Gayus menyatakan, dalam kasus sengketa pilkada Sulsel, MA harus tetap melakukan perannya demi keadilan sosial. “Tidak ada pihak yang boleh mendesak. MA tetap diminta menjalankan proses hukum lanjutan,” katanya.


Sikap MK
Kontroversi putusan MA juga ditanggapi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie. Menurut Jimly, putusan MA yang memerintahkan KPU Sulsel melakukan pilkada ulang di empat kabupaten di Sulsel, tidak menjamin kepastian hukum.
Jimly menambahkan, putusan sengketa pilkada, harusnya diselesaikan dengan peradilan cepat dengan batasan waktu yang singkat. “Itu untuk menjamin kepastian hukum dalam suksesi kepemimpinan, baik di pusat maupun daerah. Kalau nanti hasil pilkada ulang digugat lagi oleh pihak yang kalah, kan tidak ada habis-habisnya,” kata Jimly.
Untuk itu, Jimly menyarankan agar KPU Sulsel segera menyelesaikan sengketa pilkada melalui upaya hukum luar biasa, yakni peninjauan kembali (PK). Jimly juga mengisyaratkan sulit bagi MK untuk terlibat dalam kasus ini.


“Ada ketentuan dalam UU MK, bahwa MA dikecualikan dari kemungkinan menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara. Ketentuan itu untuk menghindari putusan MA dapat dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Bunyi undang-undangnya begitu, jadi kita susah. Itu kesalahan pembuat UU MK,” kata Jimly.
Atas dasar itu, lanjut Jimly, PK menjadi satu-satunya upaya hukum yang bisa dilakukan KPU Sulsel. Pasalnya, berdasar UU Pemerintahan Daerah, MA berwenang menyelesaikan sengketa hasil pilkada.
“MK baru bisa mengadili sengketa pilkada bila UU Penyelenggara Pemilu tegas menyebut pilkada sebagai pemilu. Selain itu, UU Pemda sudah diubah sehingga seluruh sengketa pilkada menjadi kewenangan MK,” terangnya.


Desakan Asmara
Sementara itu, Tim hukum Asmara kembali mendesak KPU Pusat untuk mengambilalih perintah pemilihan ulang di empat kabupaten di Sulsel sebagaimana putusan MA. Bahkan, desakan itu juga dibarengi dengan permintaan untuk menindaki KPU Sulsel yang melawan putusan MA.


Hal itu disampaikan Tim Hukum Asmara, Nasiruddin Pasigai SH saat jumpa pers di Phoenam Latanete, Rabu 26 Desember. Saat jumpa pers, ia didampingi Syahrir Cakkari SH dan Jubir Asmara, Hidayat Nahwi Rasul.


Menurut Nasiruddin, desakan tersebut sudah disampaikan melalui surat kepada KPU 21 Desember yang lalu. Untuk itu, ia tinggal menagih kepada KPU implementasi dari permintaan tersebut. “Kita sudah surat. Sisa kita minta sejauh mana implementasi surat itu sudah dilakukan,” kata Nasiruddin.


Untuk itulah, lanjutnya, Kamis 27 Desember hari ini, Tim Asmara akan berangkat ke Jakarta. Mereka akan menemui Ketua KPU untuk menagih hal itu. Nasiruddin juga menegaskan, KPU provinsi dan DPRD tidak perlu membuat manuver untuk mengeksploitasi putusan MA. Sebab, itu bisa menyulut konflik. “Pokoknya, jangan jadikan rakyat sebagai tamenglah untuk meraih kekuasaan,” pintanya.
Jika itu dilakukan, tambah Nasiruddin, rakyat tentu yang jadi korban. Nasiruddin mengaku selalu menekan Amin Syam untuk tidak menurunkan massanya. Sebab, jika itu dilakukan, dikhawatirkan terjadi benturan.


Nasiruddin lantas mereview isi suratnya yang sudah dilayangkan ke KPU. Antara lain, demi kepastian hukum, KPU harus memerintahkan KPU Sulsel menjalankan putusan MA untuk pemilihan ulang di empat kabupaten, Gowa, Bantaeng, Bone, dan Tana Toraja. “Kami juga minta KPU menindak tegas Ketua KPU Sulsel yang menolak menjalankan putusan MA,” sebutnya.

Comments :

ada 0 komentar ke “MA Harus Jelaskan ke Publik”
free7